
Galeri Budaya
Cultural Gallery Istana Reog menyajikan video budaya yang memperkenalkan keindahan seni dan tradisi Reog Ponorogo. Di sini, Anda dapat menikmati dokumentasi Festival Reog Grebeg Suro, melihat proses pembuatan Reog secara langsung, serta mengeksplorasi cerita sejarah yang mengiringi lahirnya seni Reog. Temukan kekayaan budaya Ponorogo yang tak hanya menarik, tetapi juga sarat dengan makna dan warisan yang terus dilestarikan.
Video Budaya
Reog Ponorogo adalah tarian tradisional khas daerah Jawa Timur, Indonesia, yang dikenal dengan kostum yang mencolok, pertunjukan yang penuh kekuatan, dan makna budaya yang mendalam. Simak video berikut untuk mengetahui lebih lanjut tentang Reog Ponorogo!
Video Produksi
Cuplikan singkat ini memperlihatkan proses pembuatan topeng, kostum, dan properti Reog Ponorogo oleh pengrajin di Istana Reog. Saksikan bagaimana budaya ini dilestarikan melalui karya.
Dokumentasi Festival Reog Ponorogo Grebeg Suro 2024
Foto-foto ini menampilkan semangat dan keindahan pertunjukan Reog Ponorogo di Festival Grebeg Suro 2024.








Tampilkan Semua Gambar
Karakter-karakter dalam Reog Ponorogo
Reog Ponorogo memiliki berbagai karakter ikonik, seperti Prabu Klono Sewandono, Singo Barong, Jathil, Bujang Ganong, dan Warok yang masing-masing membawa cerita dan makna dalam pertunjukan.

Prabu Klono Sewandono
Prabu Klono Sewandono, adalah seorang raja sakti mandraguna dari Kerajaan Bantarangin yang memiliki pusaka andalan berupa cemeti sakti dengan sebutan Pecut Samandiman. Pusaka tersebut digunakannya untuk melindungi dirinya. Ke manapun ia pergi, Raja Klono selalu membawa cemeti tersebut. Kegagahan Raja Klono digambarkan dalam gerak tari yang lincah dan berwibawa.
Dapatkan Kostum Prabu Klono Sewandono disini

Bujang Ganong
Bujang Ganong menggambarkan sosok Patih Pujonggo Anom, seorang patih muda dari Raja Bantarangin, Prabu Klono Sewandono, yang secara fisik cenderung buruk rupa, namun ia memiliki karakter cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka, dan sakti.
Dapatkan kostum Bujang Ganong disini

Singo Barong
Singo Barong adalah tokoh atau penari yang menggunakan topeng raksasa berkepala macan dengan hiasan bulu burung merak. Topeng raksasa tersebut dikenal dengan sebutan Dadak Merak. Makna yang terkandung dari Dadak Merak dengan perpaduan bulu burung merak yang indah adalah kekuatan, keindahan, kekuasaan, dan keberanian, tokoh ini sebagai sentral cerita dan tokoh utama. Dari kedua binatang yang kontras dan diwujudkan dalam sebuah topeng karya seni yang bermakna tentang kehidupan bersama dan damai. Harapannya adalah masyarakat ponorogo memiliki karakter yang sopan, berani, berwibawa, dan selalu membawa kedamaian.
Dapatkan kostum Singo Barong disini

Warok
Warok Dalam filosofi Jawa, Warok digambarkan sebagai orang yang telah sempurna dalam laku kehidupannya. Seorang Warok direpresentasikan sebagai tokoh yang memiliki kelebihan- kelebihan khususnya dibandingkan dengan manusia biasa, Warok dipercaya memiliki ilmu kanuragan (kekebalan tubuh) dan memiliki derajat spiritual yang tinggi. Tokoh Warok harus memiliki sifat Kesatria, jujur, gemar menolong, lemah-lembut, mampu menggabungkan dua karakter yang berseberangan dalam dirinya sekaligus, tegas, santun, keras, berwibawa, dan dapat menjaga emosi dalam dirinya dengan baik, serta memiliki kesaktian dan ilmu kanuragan.
Dapatkan Kostum Warok disini

Jathil
Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh yang terlibat dalam kesenian Reog Ponorogo. Dalam kesenian lain, Jathilan adalah kesenian tersendiri yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda.
Dapatkan kostum Jathil disini

Cerita Budaya: Versi cerita Prabu Klono & Dewi Songgolangit

Diceritakan ada seorang putri yang parasnya sangat cantik bak bidadari. Kecantikannya tersohor ke berbagai penjuru, ialah Dyah Ayu Dewi Songgolangit. Seorang putri dari Raja Kediri. Kecantikan Dewi Songgolangit terdengar sampai ke sebuah kerajaan bernama Bantarangin yang diperintah oleh seorang raja sakti yang bergelar Prabu Klono Sewandono.

Mendengar berita yang menghebohkan itu, sang raja langsung penasaran dan jatuh cinta kepada putri yang bernama Dyah Ayu Dewi Songgolangit itu. Dikarenakan rasa cinta sang raja yang begitu dalam, maka Prabu Klono Sewandono kemudian mengutus patihnya yaitu Pujangga Anom atau yang lebih dikenal dengan Bujang Ganong untuk melamar Dyah Ayu Dewi Songgolangit. Kemudian berangkatlah sang patih menuju Kerajaan Kediri.

Dalam perjalanan menuju Kerajaan Kediri, sang patih Bujang Ganong dihadang oleh Singobarong, seorang raja dari segala harimau penguasa tapal batas Kerajaan Kediri yang sering disebut Lodaya. Singobarong mempunyai bentuk tubuh yang tidak lazim yaitu bentuk orang yang berbadan manusia tetapi berkepala harimau. Konon, Prabu Singobarong sudah mendapat perintah dari raja Kediri untuk memeriksa atau melarang siapapun tanpa seizin sang raja masuk ke wilayah Kerajaan Kediri.

Perjalanan sang patih Bujang Ganong terpaksa terhenti di perbatasan Kerajaan Kediri karena dihadang oleh Singobarong. Tak terelakkan perang mulut antara kedua kesatria ini sulit dihindari sehingga memuncak menjadi perang fisik. Karena kesaktian dan keperkasaan Singobarong, patih Bujang Ganong pun dikalahkan dan bertekuk lutut di kaki Singobarong. Kemudian Singobarong menyuruh Bujang Ganong untuk pulang ke Kerajaan Bantarangin dan melaporkan kekalahannya kepada sang raja Bantarangin. Terpaksalah sang patih harus pulang dengan tangan hampa. Sesampainya di Kerajaan Bantarangin, Bujang Ganong langsung menghadap Prabu Klono Sewandono.

Mendengar kekalahan dan ketidakberhasilan utusannya, sang raja langsung marah dan memerintahkan Bujang Ganong untuk mengerahkan segala kekuatan bala tentaranya untuk menyerang Singobarong dan Kerajaan Kediri. Kemudian sang patih Bujang Ganong mengumpulkan segenap perwira Senopati Andalan untuk memulai menggembleng prajurit Bantarangin untuk persiapan perang menghadapi penguasa Lodaya yakni Prabu Singobarong yang terkenal sakti mandraguna. Di lain hal, Prabu Klono Sewandono pun merasa geram dan menaruh rasa penasaran yang teramat sangat kepada Singobarong dikarenakan dia mampu mengalahkan patih Bujang Ganong yang terkenal sangat cerdik, lincah, gesit dan tentunya mempunyai ilmu kesaktian yang tinggi pula.

Keesokan harinya, setelah semua persiapan dan strategi perang dirasa sudah matangpasukan Bantarangin pun berangkat menuju tapal batas ke kiri dengan perasaan yang bercampur aduk setelah kekalahan Bujang Ganong. Dalam perjalanan untuk melamar Dewi Songgolangit, Prabu Klono Sewandono pun berangkat bersama pasukan Bantarangin yang sedang berapi-api. Dalam hati Prabu Klono Sewandono membatin akan menghancur leburkan Kediri apabila Dyah Ayu Dewi Songgolangit menolak lamarannya. Dalam perjalanannya, Prabu Klono Sewandono diiringi suara bende dan gong yang riuh sekali dengan maksud untuk memberi semangat kepada prajuritnya. Seperti perjalanan sebelumnya, setelah sampai di tapal batas Kerajaan Kediri, pasukan Bantarangin dihadang oleh Singobarong dan bala tentaranya.

Akhirnya perang pun terjadi dengan dahsyatnya. Ternyata kekuatan dan kesaktian bala tentara Singobarong sangat sulit dikalahkan oleh prajurit Bantarangin sehingga Prabu Klono Sewandono harus turun tangan sendiri. Adu kesaktian antara Prabu Klono Sewandono dan Singobarong berlangsung sengit. Keduanya sangat sakti mandraguna dan saling serang. Prabu Klono Sewandono terpaksa mengeluarkan pusaka andalannya yaitu Cemeti Samandiman. Dengan sekali cambuk, Singobarong langsung lumpuh kehilangan kekuatannya. Singobarong mengakui kekalahannya dan takluk kepada Prabu Klono Sewandono.

Prabu Klono Sewandono tidak keberatan menerima Singobarong asalkan mau menunjukan jalan menuju Kerajaan Kediri dan membantu mewujudkan cita-cita Prabu Klono Sewandono. Dua pasukan itu bergabung di bawah pimpinan Singobarong dan Bujang Ganong menuju Kerajaan Kediri. Dengan bantuan Singobarong yang sudah menyerah akhirnya rombongan Prabu Klono Sewandono berhasil sampai di kota raja. Kemudian Prabu Klono Sewandono diijinkan menghadap sang raja. Di hadapan sang raja, Prabu Klono Sewandono mengutarakan maksud kedatangannya adalah ingin mempersunting putri Kediri, Dyah Ayu Dewi Songgolangit. Singkat cerita, pucuk dicinta ulam pun tiba. Sang putri pun agaknya juga menaruh hati pada sang Prabu Klono Sewandono. Kemudian sang raja Kediri pun merestui mereka. Akhirnya Prabu Klono Sewandono berhasil mempersunting putri Kediri Dyah Ayu Dewi Songgolangit.